Lalu
bertanyalah TUHAN kepada Iblis: "Apakah engkau memperhatikan hamba-Ku
Ayub? Sebab tiada seorangpun di bumi seperti dia, yang demikian saleh dan
jujur, yang takut akan Allah dan menjauhi kejahatan."
Ayub 1:8
Seperti kita ketahui akhir-akhir ini begitu banyak peristiwa terjadi yang
menimpa manusia di mana-mana. Baik itu bencana alam, peperangan, pembunuhan,
perbuatan-perbuatan asusila serta masih banyak lagi lainnya yang kesemuanya itu
menambah penderitaan bagi banyak orang. Dihadapkan dengan situasi seperti ini
seringkali kita bertanya: “Dimanakah Tuhan?”, “Bukankah Tuhan penuh kasih,
mengapa semua ini dibiarkan terjadi?”, “Dimana keadilan Tuhan?”, serta masih
banyak lagi pertanyaan yang masih bisa kita ajukan yang kesemuanya berhubungan
dengan ketidakmengertian kita akan Tuhan.
Ayub adalah seorang manusia yang paling pantas untuk mempertanyakan
hal-hal tersebut di atas. Ayub adalah seorang yang saleh, jujur, takut akan Allah
dan menjauhi kejahatan (1:1,8; 2:3) namun ia mengalami penderitaan yang luar
biasa. Hartanya habis, kesepuluh anaknya meninggal, mengalami penyakit yang
membuatnya menderita dari ujung kepala hingga ujung kakinya, isterinya mengutuk
dia serta sahabat-sahabatnya menghakimi dan mempersalahkannya. Dan lebih dari itu,
Tuhan yang ia sembah dan kasihi “menjauh” dan “meninggalkannya”, seakan-akan
tidak ambil pusing dengan semua penderitaannya.
Hukum tabur tuai tidak berlaku
dalam kasus ini. Ayub tidak sedang mengalami hukuman karena ia berbuat dosa di
hadapan Allah. Ayub mengalami ini semua juga bukan karena Allah sedang
mengarahkan dan mendidik hidupnya. Allah dengan jelas mengakui bahwa Ayub
seorang yang berkenan di hadapan Allah, tidak ada yang salah dengannya. Ayub
mengalami semua ini karena Allah sedang mengijinkan Iblis untuk mencobainya,
dan Ayub tidak mengetahuinya.
Sekalipun penderitaan yang dihadapinya demikian berat, Alkitab menuliskan
bahwa “Dalam kesemuanya itu Ayub tidak berbuat dosa dan tidak menuduh Allah
berbuat yang kurang patut” (1:22; 2:10). Ayub tetap kuat menghadapi semua itu
karena Ayub memiliki motivasi yang benar di dalam mengikut Allahnya. Ia
menyembah, takut dan hormat kepada Allah bukan supaya Allah memberkati usaha,
keluarga dan kesehatannya, sehingga ketika semua yang ia miliki hilang, Ayub
tetap kuat di dalam Tuhan. Mari kita belajar dari Ayub, untuk memiliki motivasi
yang benar mengikut Allah, sehingga kita tetap kuat sekalipun badai menerpa
kita. Amin.